Jelajah Rasa Wonogiri
Jelajah Rasa Wonogiri:
10 Makanan Tradisional yang Menggugah Selera
Wonogiri, sebuah daerah
yang kaya akan budaya dan keindahan alamnya, juga menyimpan kekayaan kuliner
yang tak kalah menggoda. Dari cita rasa yang unik hingga bahan-bahan segar
hasil bumi setempat, makanan tradisional Wonogiri menawarkan pengalaman kuliner
yang autentik dan menggugah selera. Yuk, jelajahi bersama 10 makanan khas Wonogiri
yang wajib kamu coba untuk merasakan langsung kelezatan dan kehangatan warisan
tradisi setempat!
1. CABUK WIJEN

Wonogiri
dikenal dengan kekayaan kulinernya yang sederhana namun penuh makna, salah
satunya adalah Cabuk Wijen. Makanan khas ini sudah lama menjadi bagian dari
keseharian masyarakat desa, terutama saat acara selamatan, kenduri, atau
sekadar teman santai sore. Nama “cabuk” berasal dari bahasa Jawa yang berarti
saus atau sambal dari wijen (lentho wijen). Di Wonogiri, cabuk wijen bukan
sekadar pelengkap makanan, tapi menu utama yang disajikan dengan ketupat,
lontong, atau nasi hangat.
Rahasia
kelezatan cabuk wijen terletak pada bumbunya yang khas dan aromanya yang kuat. Bahan
utamanya yaitu wijen sangrai (disangrai hingga harum), kelapa parut sangrai, cabai
rawit, cabai merah, bawang putih, bawang merah, garam serta sedikit gula jawa. Semua
bahan tersebut dihaluskan, kemudian disiram dengan air panas secukupnya hingga
menjadi saus kental berwarna cokelat keemasan. Rasa gurih dan sedikit pedas
dari bumbu wijen ini membuat siapa pun yang mencicipinya langsung jatuh cinta.
Biasanya cabuk wijen disajikan
bersama ketupat irisan, tauge rebus, daun kemangi, dan rempeyek. Aromanya
harum, rasanya gurih pedas, dan teksturnya lembut, menciptakan perpaduan rasa
yang khas ala pedesaan Wonogiri. Bagi pencinta kuliner tradisional, cabuk wijen
menjadi perpaduan sempurna antara gurih, pedas, dan harum rempah yang menggugah
selera.
Lebih dari sekadar makanan, cabuk
wijen juga menjadi simbol kebersamaan dan kesederhanaan. Masyarakat Wonogiri
sering menyajikannya saat acara kumpul keluarga, syukuran, atau hajatan desa. Bahan-bahannya
yang berasal dari hasil bumi lokal menunjukkan kemandirian pangan masyarakat
pedesaan, yang mampu menciptakan cita rasa lezat dari bahan sederhana.
2.
BREM
Gambar 2 BREM
Sumber: dokumentasi pribadi
Jika berbicara tentang oleh-oleh
khas Wonogiri, nama brem pasti tidak bisa dilewatkan.
Brem merupakan makanan tradisional hasil olahan fermentasi tape ketan yang
dikeringkan. Teksturnya padat namun mudah mencair di mulut, memberikan sensasi dingin,
manis, dan sedikit asam yang khas. Meski brem juga dikenal di Madiun, Wonogiri
punya versi tersendiri yang lebih ringan, lembut, dan rasanya manis legit,
cocok untuk semua kalangan.
Brem Wonogiri sudah menjadi ikon kuliner daerah, sering dijadikan oleh-oleh
khas bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah selatan Jawa Tengah ini.
Pembuatan brem membutuhkan
ketelatenan dan waktu cukup panjang. Mulai dari menyiapkan tape ketan putih,
hasil fermentasi dari beras ketan dan ragi. Kemudian tape diperas hingga
menghasilkan cairan berwarna kekuningan, disebut air tape. Air tape tersebut
kemudian dimasak dan didinginkan selama beberapa hari hingga mengendap dan
membentuk lapisan padat. Setelah itu, endapan dipotong, dijemur, lalu
dikeringkan hingga keras dan jadilah brem padat khas Wonogiri.
Hasil akhirnya adalah brem dengan
tekstur kering namun lembut saat digigit, meleleh di mulut dengan sensasi rasa
manis segar dan sedikit beralkohol alami dari fermentasi tape. Brem Wonogiri
punya cita rasa yang unik dan tidak dimiliki makanan lain.
Rasanya manis-asam yang menyegarkan, dengan efek “dingin” di lidah yang juga
membuat banyak orang ketagihan setelah mencicipinya. Selain rasanya yang khas,
brem juga mengandung probiotik alami hasil fermentasi, yang baik untuk pencernaan
bila dikonsumsi dalam jumlah wajar.
3.
GATHOT
Gambar 3 Gathot
Sumber:
dokumentasi pribadi
Wonogiri,
daerah yang terkenal dengan tanahnya yang kering, justru melahirkan berbagai
makanan unik dari hasil bumi sederhana, salah satunya adalah Gathot.
Makanan ini dibuat dari singkong kering (gaplek) yang direbus dan diberi
bumbu sederhana. Pada masa lalu, gathot menjadi sumber pangan utama masyarakat
pedesaan saat beras sulit didapat. Dari keterbatasan, lahirlah makanan yang
kini menjadi simbol ketahanan dan kreativitas masyarakat Wonogiri.
Pembuatan gathot tidak bisa
instan, memerlukan ketelatenan dan waktu lama. Cara pembuatannya pun masih
tradisional, mulai dari singkong dikupas dan dijemur hingga kering menjadi
gaplek. Gaplek kemudian dibiarkan beberapa hari hingga sedikit berjamur alami,
yang justru memberi warna kehitaman khas pada gathot. Setelah itu, gaplek
direndam dan direbus lama hingga empuk. Gathot yang sudah matang biasanya
disajikan dengan parutan kelapa muda dan sedikit garam, kadang juga ditambah
gula merah parut agar rasanya gurih manis. Hasilnya adalah makanan berwarna
hitam keabu-abuan, bertekstur kenyal lembut, dan beraroma khas tanah pedesaan
yang autentik.
Gathot punya cita rasa yang
sederhana tapi menenangkan, seperti gurih, manis alami, dan sedikit aroma
fermentasi dari singkong. Selain kaya serat, gathot juga mengandung karbohidrat
alami dan rendah lemak, menjadikannya makanan sehat yang mengenyangkan tanpa
bahan pengawet. Kini, gathot mulai banyak dikreasikan yakni disajikan dengan
sambal bawang, urap, bahkan dijadikan snack modern oleh UMKM lokal Wonogiri.
4.
EMPING MLINJO
Gambar 4 Emping Mlinjo
Sumber:
https://kabarwonosobo.pikiran-rakyat.com/wisata/pr-1569211985/6-rekomendasi-oleh-oleh-khas-wonogiri-yang-wajib-dibawa-pulang-setelah-liburan-seru?page=all
Wonogiri
dikenal dengan hasil bumi yang melimpah, salah satunya adalah buah mlinjo, bahan
utama pembuat emping mlinjo. Emping mlinjo yaitu camilan tradisional yang
renyah dan gurih. Emping mlinjo bukan sekadar makanan ringan, tapi juga bagian
dari identitas kuliner masyarakat pedesaan Jawa, termasuk Wonogiri. Masyarakat
dahulu membuat emping mlinjo sebagai bekal perjalanan atau lauk sederhana,
karena mudah disimpan, awet, dan tetap nikmat walau dimakan tanpa lauk
tambahan.
Emping
mlinjo dibuat melalui proses tradisional yang sederhana, tapi memerlukan
ketelatenan dan kekuatan tangan. Proses ini dimuali dari buah mlinjo tua
dikupas hingga tersisa bijinya. Kemudian biji mlinjo disangrai atau digoreng
tanpa minyak hingga kulitnya mudah dikupas. Setelah itu, biji mlinjo yang sudah
bersih dipipihkan satu per satu menggunakan alat pemukul dari batu atau kayu,
proses inilah yang disebut “dipincuk”. Hasilnya dijemur di bawah sinar
matahari hingga kering sempurna, lalu digoreng hingga mengembang dan renyah
keemasan.
Cita rasa emping mlinjo khas
Wonogiri terkenal lebih gurih, sedikit pahit, dan aromanya kuat, karena masih
dibuat secara tradisional tanpa bahan pengawet. Emping mlinjo punya rasa unik
yaitu pahit-gurih yang khas dan bikin nagih.
Rasa pahit alami dari biji mlinjo justru menjadi ciri khas dan keistimewaan
yang tidak ditemukan pada camilan lain. Dalam filosofi Jawa, rasa pahit ini
melambangkan kearifan hidup, bahwa dalam kehidupan, pahit dan manis selalu
berdampingan.
Maka tak heran, banyak orang tua di Wonogiri mengatakan: “Sakpahit-pahité
emping, yen dipangan bareng, tetep gawe rasa nikmat.”
Artinya: sepahit-pahitnya emping, kalau dinikmati bersama, tetap terasa nikmat.
5.
TEMPE KRIPIK
Gambar 5 Tempe Kripik
Sumber:
dokumentasi pribadi
Wonogiri,
daerah yang dikenal dengan hasil kedelainya yang melimpah, punya salah satu
camilan legendaris yang digemari dari dulu hingga kini, yakni tempe kripik.
Makanan ini merupakan hasil kreativitas masyarakat lokal yang ingin mengolah
tempe sebagai makanan sehari-hari menjadi camilan yang renyah, awet, dan
praktis dibawa ke mana saja. Tempe kripik bukan sekadar lauk, tapi juga
oleh-oleh khas Wonogiri yang selalu dicari wisatawan karena cita rasanya yang
gurih dan teksturnya yang super kriuk.
Kunci utama tempe kripik terletak
pada ketipisan irisan tempe dan bumbunya yang meresap sempurna. Proses
pembuatannya pun tergolong cukup membutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Proses
pembuatannya diawalai pemilihan tempe kedelai yang padat dan tidak terlalu
lembek, lalu diiris setipis mungkin. Irisan tempe kemudian dibaluri adonan
tepung berbumbu, yang biasanya terdiri dari ketumbar, bawang putih, kunyit,
garam, dan sedikit daun jeruk. Setelah itu, digoreng dalam minyak panas hingga
berwarna kuning keemasan dan kering sempurna. Tempe kripik lalu ditiriskan dan
disimpan di wadah tertutup agar tetap renyah. Hasil akhirnya? Camilan renyah,
gurih, dan aromanya menggoda, membuat siapa pun sulit berhenti ngemil.
Tempe kripik khas Wonogiri
dikenal dengan tekstur yang tipis, renyah, dan bumbunya yang merata. Beberapa
pembuat menambahkan bumbu rempah halus atau rasa pedas agar lebih modern dan
sesuai selera generasi muda. Selain jadi camilan, tempe kripik juga sering
dijadikan teman makan nasi hangat atau lauk tambahan.
Sensasi “kres-kres” di setiap gigitan membuat tempe kripik tak pernah absen di
meja makan masyarakat Wonogiri.
6.
BESENGEK
Gambar 6
Besengek
Sumber: https://rri.co.id/kuliner/1077414/tempe-besengek-dari-wonogiri-kelezatan-yang-tak-terlupakan
Besengek Wonogiri memiliki cita
rasa unik yang dipengaruhi oleh penggunaan tempe mlanding (tempe dari petai
cina) serta tambahan bahan seperti cabai hijau, kulit, dan bunga melinjo yang
memberikan aroma dan rasa yang khas. Biasanya Besengek disajikan di atas daun
pisang, menambah kesan tradisionalnya dan menjadikan makanan ini sebagai salah
satu kuliner primadona di pasar-pasar tradisional Wonogiri.
Selain menjadi santapan lezat,
Besengek juga menampilkan cerita budaya dan tradisi masyarakat Wonogiri yang
sejak lama mengolah tempe sebagai bahan makanan sehari-hari. Makanan ini
diwariskan turun-temurun dan masih dilestarikan oleh masyarakat setempat
sebagai bagian dari identitas kuliner Wonogiri. Melalui keberadaan Besengek,
dapat dilihat bagaimana kearifan lokal dan sejarah kuliner bertemu, memberikan
nilai tersendiri bagi generasi masa kini dan mendatang untuk mengenal kelezatan
yang penuh makna dari tanah Wonogiri.
7.
NASI TIWUL
Gambar 7
Nasi Tiwul
Sumber: https://solopos.espos.id/tiwul-makanan-legendaris-pengganti-nasi-dari-wonogiri-1113742
Nasi Tiwul adalah salah satu
makanan tradisional khas Wonogiri yang menjadi salah satu warisan kuliner
dengan nilai sejarah tinggi. Makanan ini terbuat dari singkong kering yang
dikenal dengan nama gaplek, yang kemudian diolah menjadi tepung dan dikukus
hingga berbentuk seperti nasi. Nasi tiwul ini pertama kali banyak dikonsumsi
masyarakat Wonogiri dan Jawa pada masa penjajahan Jepang karena pada waktu itu
beras sulit didapat dan harganya sangat mahal. Singkong sebagai bahan utama
dipilih karena mudah didapat, tahan lama, dan mengenyangkan, sehingga menjadi
solusi pengganti nasi.
Proses pembuatan nasi tiwul
dimulai dengan membersihkan singkong, kemudian dikupas dan dipotong, lalu
dijemur hingga kering menjadi gaplek. Gaplek yang sudah kering ini kemudian
ditumbuk atau digiling hingga menjadi tepung halus. Tepung tersebut kemudian
dicampur dengan air hingga menjadi butiran, kemudian dikukus sampai matang.
Setelah matang, nasi tiwul ini biasanya disajikan dengan tambahan parutan
kelapa, gula, atau bahkan lauk-pauk tradisional seperti tempe, tahu, urap, atau
sambal yang menambah cita rasa hidangan ini.
Nasi tiwul tak hanya menjadi
makanan pengganti nasi biasa, tapi juga memiliki keunikan rasa yang khas dan
tekstur kenyal. Selain dikonsumsi langsung, nasi tiwul juga bisa diolah menjadi
berbagai variasi masakan seperti nasi tiwul goreng, nasi tiwul balado, atau
nasi tiwul kari. Di Wonogiri, nasi tiwul dapat dengan mudah ditemukan di pasar
tradisional atau pedagang kaki lima, dan menjadi lambang kekayaan kuliner
daerah yang sarat dengan nilai sejarah dan budaya.
8.
WADER GORENG
Gambar 8
Wader Goreng
Sumber: https://budaya-indonesia.org/Wedar-Goreng-Khas-Waduk-Gajah-Mungkur-Wonogiri
Wader goreng adalah salah satu
makanan tradisional khas Wonogiri yang sangat populer, terutama di kawasan
Waduk Gajah Mungkur (WGM). Ikan wader sendiri merupakan ikan air tawar kecil
yang hidup secara bergerombol di sungai atau kolam dengan air jernih. Makanan
ini menjadi favorit pengunjung Waduk Gajah Mungkur dan tersedia di banyak
warung di sekitar area tersebut. Wader goreng biasanya dijual dalam porsi
dengan harga terjangkau dan bisa juga dibeli dalam kemasan untuk dibawa pulang.
Proses pembuatan wader goreng
dimulai dengan membersihkan ikan, kemudian ikan dibumbui dengan bumbu khas
Wonogiri seperti bawang putih, kunyit, dan ketumbar. Setelah itu, ikan dilapisi
campuran tepung terigu dan tepung beras, lalu digoreng sampai kering dan renyah
dengan tekstur luar yang crispy namun tetap juicy di bagian dalamnya. Teknik
penggorengan dengan minyak banyak dan pengadukan yang tepat memastikan wader
goreng memiliki kerenyahan maksimal. Rasanya gurih dengan bumbu yang meresap
hingga ke dalam daging ikan sehingga cocok dinikmati sebagai camilan atau
lauk.
9.
LENTHO
Gambar 9
Lentho
Sumber: https://serayunews.com/5-oleh-oleh-khas-wonogiri-sensasi-renyah-di-mulut
Lentho adalah salah satu makanan
tradisional khas Wonogiri yang cukup terkenal dan memiliki keunikan tersendiri.
Lentho terbuat dari bahan utama singkong dan kacang tolo (kacang hijau kecil),
yang kemudian diolah menjadi camilan gurih dan renyah. Makanan ini dikenal luas
sebagai jajanan khas yang biasanya dijajakan di pagi hari sebagai gorengan di
pasar-pasar tradisional di daerah Wonogiri.
Proses pembuatan lentho dimulai
dari pengolahan kacang tolo yang direndam terlebih dulu selama beberapa jam
agar menjadi lebih lunak. Setelah itu, kacang yang telah direndam digiling
kasar, lalu dicampur dengan singkong parut yang telah dikukus. Campuran bahan
ini dilengkapi dengan bumbu-bumbu seperti ketumbar dan garam, lalu dibentuk
bulat kecil dan digoreng sampai berwarna keemasan dan teksturnya renyah.
Rasanya gurih, sedikit manis, serta memiliki tekstur kenyal di bagian dalam,
membuat lentho sangat digemari orang sebagai camilan sehat dan tradisional.
Selain di pasar, lentho juga
sering dijual di berbagai warung dan toko oleh-oleh di sekitar Wonogiri.
Rasanya yang khas dan harga yang terjangkau menjadikan lentho sebagai salah
satu kuliner yang mewakili kekayaan rasa daerah tersebut. Selain sebagai
makanan ringan, lentho juga sering disajikan sebagai bagian dari sajian ketika
acara tradisional, sehingga tetap lestari dan terus dilestarikan oleh
masyarakat lokal.
10. GRONTOL
Gambar 10 Grontol
Sumber: https://regional.espos.id/grontol-jagung-pop-corn-khas-jawa-tengah-1331004
Grontol adalah makanan
tradisional khas Wonogiri yang terbuat dari jagung pipil yang direbus sampai
empuk. Setelah direbus, jagung tersebut disajikan dengan tambahan parutan
kelapa dan sedikit garam atau gula, menciptakan perpaduan rasa gurih dan manis
yang khas. Grontol dahulu sempat menjadi pengganti nasi terutama saat masa
sulit, seperti pada masa penjajahan, dan sampai kini masih dapat ditemukan di
pasar-pasar tradisional di Wonogiri dan sekitarnya.
Proses pembuatan grontol relatif
sederhana namun memerlukan ketelatenan. Jagung manis yang digunakan dibersihkan
dari kulit dan kemudian direbus hingga matang sempurna. Selanjutnya jagung
dicampur dengan parutan kelapa segar dan diberi sedikit garam atau gula untuk
menyeimbangkan rasa. Sajian ini biasanya disantap sebagai camilan atau bahkan
sebagai pengganti makanan pokok di beberapa daerah pedesaan. Penyajiannya pun
sering kali menggunakan daun pisang untuk memberikan aroma dan kesan
tradisional yang kuat.
Makanan tradisional khas Wonogiri
mencerminkan kekayaan budaya dan cita rasa yang autentik dari daerah ini.
Dengan mencoba berbagai makanan khas ini, pembaca tidak hanya menikmati
kelezatan, tetapi juga ikut mengapresiasi ragam warisan budaya Wonogiri yang
kaya dan beragam. Jangan lupa untuk menjadikan makanan-makanan ini sebagai oleh-oleh
khas saat berkunjung ke Wonogiri agar pengalaman kuliner semakin lengkap dan
berkesan. Selamat menjelajah kuliner tradisional Wonogiri yang menggugah selera
dan penuh kehangatan!









Komentar
Posting Komentar