Jelajah Rasa Wonogiri

 

Jelajah Rasa Wonogiri:

10 Makanan Tradisional yang Menggugah Selera

 

Wonogiri, sebuah daerah yang kaya akan budaya dan keindahan alamnya, juga menyimpan kekayaan kuliner yang tak kalah menggoda. Dari cita rasa yang unik hingga bahan-bahan segar hasil bumi setempat, makanan tradisional Wonogiri menawarkan pengalaman kuliner yang autentik dan menggugah selera. Yuk, jelajahi bersama 10 makanan khas Wonogiri yang wajib kamu coba untuk merasakan langsung kelezatan dan kehangatan warisan tradisi setempat!

 

1.      CABUK WIJEN



    
                      Gambar 1 Cabuk Wijen
                      Sumber: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141202123402-262-15220/cabuk-wijen-pepes-hitam-dari-wonogiri

 

Wonogiri dikenal dengan kekayaan kulinernya yang sederhana namun penuh makna, salah satunya adalah Cabuk Wijen. Makanan khas ini sudah lama menjadi bagian dari keseharian masyarakat desa, terutama saat acara selamatan, kenduri, atau sekadar teman santai sore. Nama “cabuk” berasal dari bahasa Jawa yang berarti saus atau sambal dari wijen (lentho wijen). Di Wonogiri, cabuk wijen bukan sekadar pelengkap makanan, tapi menu utama yang disajikan dengan ketupat, lontong, atau nasi hangat.

Rahasia kelezatan cabuk wijen terletak pada bumbunya yang khas dan aromanya yang kuat. Bahan utamanya yaitu wijen sangrai (disangrai hingga harum), kelapa parut sangrai, cabai rawit, cabai merah, bawang putih, bawang merah, garam serta sedikit gula jawa. Semua bahan tersebut dihaluskan, kemudian disiram dengan air panas secukupnya hingga menjadi saus kental berwarna cokelat keemasan. Rasa gurih dan sedikit pedas dari bumbu wijen ini membuat siapa pun yang mencicipinya langsung jatuh cinta.

Biasanya cabuk wijen disajikan bersama ketupat irisan, tauge rebus, daun kemangi, dan rempeyek. Aromanya harum, rasanya gurih pedas, dan teksturnya lembut, menciptakan perpaduan rasa yang khas ala pedesaan Wonogiri. Bagi pencinta kuliner tradisional, cabuk wijen menjadi perpaduan sempurna antara gurih, pedas, dan harum rempah yang menggugah selera.

Lebih dari sekadar makanan, cabuk wijen juga menjadi simbol kebersamaan dan kesederhanaan. Masyarakat Wonogiri sering menyajikannya saat acara kumpul keluarga, syukuran, atau hajatan desa. Bahan-bahannya yang berasal dari hasil bumi lokal menunjukkan kemandirian pangan masyarakat pedesaan, yang mampu menciptakan cita rasa lezat dari bahan sederhana.

 

 

2.      BREM




Gambar 2 BREM

Sumber: dokumentasi pribadi


Jika berbicara tentang oleh-oleh khas Wonogiri, nama brem pasti tidak bisa dilewatkan.
Brem merupakan makanan tradisional hasil olahan fermentasi tape ketan yang dikeringkan. Teksturnya padat namun mudah mencair di mulut, memberikan sensasi dingin, manis, dan sedikit asam yang khas. Meski brem juga dikenal di Madiun, Wonogiri punya versi tersendiri yang lebih ringan, lembut, dan rasanya manis legit, cocok untuk semua kalangan.
Brem Wonogiri sudah menjadi ikon kuliner daerah, sering dijadikan oleh-oleh khas bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah selatan Jawa Tengah ini.

Pembuatan brem membutuhkan ketelatenan dan waktu cukup panjang. Mulai dari menyiapkan tape ketan putih, hasil fermentasi dari beras ketan dan ragi. Kemudian tape diperas hingga menghasilkan cairan berwarna kekuningan, disebut air tape. Air tape tersebut kemudian dimasak dan didinginkan selama beberapa hari hingga mengendap dan membentuk lapisan padat. Setelah itu, endapan dipotong, dijemur, lalu dikeringkan hingga keras dan jadilah brem padat khas Wonogiri.

Hasil akhirnya adalah brem dengan tekstur kering namun lembut saat digigit, meleleh di mulut dengan sensasi rasa manis segar dan sedikit beralkohol alami dari fermentasi tape. Brem Wonogiri punya cita rasa yang unik dan tidak dimiliki makanan lain.
Rasanya manis-asam yang menyegarkan, dengan efek “dingin” di lidah yang juga membuat banyak orang ketagihan setelah mencicipinya. Selain rasanya yang khas, brem juga mengandung probiotik alami hasil fermentasi, yang baik untuk pencernaan bila dikonsumsi dalam jumlah wajar.

 

3.      GATHOT



Gambar 3 Gathot

Sumber: dokumentasi pribadi

 

Wonogiri, daerah yang terkenal dengan tanahnya yang kering, justru melahirkan berbagai makanan unik dari hasil bumi sederhana, salah satunya adalah Gathot.
Makanan ini dibuat dari singkong kering (gaplek) yang direbus dan diberi bumbu sederhana. Pada masa lalu, gathot menjadi sumber pangan utama masyarakat pedesaan saat beras sulit didapat. Dari keterbatasan, lahirlah makanan yang kini menjadi simbol ketahanan dan kreativitas masyarakat Wonogiri.

Pembuatan gathot tidak bisa instan, memerlukan ketelatenan dan waktu lama. Cara pembuatannya pun masih tradisional, mulai dari singkong dikupas dan dijemur hingga kering menjadi gaplek. Gaplek kemudian dibiarkan beberapa hari hingga sedikit berjamur alami, yang justru memberi warna kehitaman khas pada gathot. Setelah itu, gaplek direndam dan direbus lama hingga empuk. Gathot yang sudah matang biasanya disajikan dengan parutan kelapa muda dan sedikit garam, kadang juga ditambah gula merah parut agar rasanya gurih manis. Hasilnya adalah makanan berwarna hitam keabu-abuan, bertekstur kenyal lembut, dan beraroma khas tanah pedesaan yang autentik.

Gathot punya cita rasa yang sederhana tapi menenangkan, seperti gurih, manis alami, dan sedikit aroma fermentasi dari singkong. Selain kaya serat, gathot juga mengandung karbohidrat alami dan rendah lemak, menjadikannya makanan sehat yang mengenyangkan tanpa bahan pengawet. Kini, gathot mulai banyak dikreasikan yakni disajikan dengan sambal bawang, urap, bahkan dijadikan snack modern oleh UMKM lokal Wonogiri.

 

4.      EMPING MLINJO



Gambar 4 Emping Mlinjo

Sumber: https://kabarwonosobo.pikiran-rakyat.com/wisata/pr-1569211985/6-rekomendasi-oleh-oleh-khas-wonogiri-yang-wajib-dibawa-pulang-setelah-liburan-seru?page=all

 

Wonogiri dikenal dengan hasil bumi yang melimpah, salah satunya adalah buah mlinjo, bahan utama pembuat emping mlinjo. Emping mlinjo yaitu camilan tradisional yang renyah dan gurih. Emping mlinjo bukan sekadar makanan ringan, tapi juga bagian dari identitas kuliner masyarakat pedesaan Jawa, termasuk Wonogiri. Masyarakat dahulu membuat emping mlinjo sebagai bekal perjalanan atau lauk sederhana, karena mudah disimpan, awet, dan tetap nikmat walau dimakan tanpa lauk tambahan.

Emping mlinjo dibuat melalui proses tradisional yang sederhana, tapi memerlukan ketelatenan dan kekuatan tangan. Proses ini dimuali dari buah mlinjo tua dikupas hingga tersisa bijinya. Kemudian biji mlinjo disangrai atau digoreng tanpa minyak hingga kulitnya mudah dikupas. Setelah itu, biji mlinjo yang sudah bersih dipipihkan satu per satu menggunakan alat pemukul dari batu atau kayu, proses inilah yang disebut “dipincuk”. Hasilnya dijemur di bawah sinar matahari hingga kering sempurna, lalu digoreng hingga mengembang dan renyah keemasan.

Cita rasa emping mlinjo khas Wonogiri terkenal lebih gurih, sedikit pahit, dan aromanya kuat, karena masih dibuat secara tradisional tanpa bahan pengawet. Emping mlinjo punya rasa unik yaitu pahit-gurih yang khas dan bikin nagih.
Rasa pahit alami dari biji mlinjo justru menjadi ciri khas dan keistimewaan yang tidak ditemukan pada camilan lain. Dalam filosofi Jawa, rasa pahit ini melambangkan kearifan hidup, bahwa dalam kehidupan, pahit dan manis selalu berdampingan.
Maka tak heran, banyak orang tua di Wonogiri mengatakan: “Sakpahit-pahité emping, yen dipangan bareng, tetep gawe rasa nikmat.”
Artinya: sepahit-pahitnya emping, kalau dinikmati bersama, tetap terasa nikmat.

 

5.      TEMPE KRIPIK



Gambar 5 Tempe Kripik

Sumber: dokumentasi pribadi

 

Wonogiri, daerah yang dikenal dengan hasil kedelainya yang melimpah, punya salah satu camilan legendaris yang digemari dari dulu hingga kini, yakni tempe kripik.
Makanan ini merupakan hasil kreativitas masyarakat lokal yang ingin mengolah tempe sebagai makanan sehari-hari menjadi camilan yang renyah, awet, dan praktis dibawa ke mana saja. Tempe kripik bukan sekadar lauk, tapi juga oleh-oleh khas Wonogiri yang selalu dicari wisatawan karena cita rasanya yang gurih dan teksturnya yang super kriuk.

Kunci utama tempe kripik terletak pada ketipisan irisan tempe dan bumbunya yang meresap sempurna. Proses pembuatannya pun tergolong cukup membutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Proses pembuatannya diawalai pemilihan tempe kedelai yang padat dan tidak terlalu lembek, lalu diiris setipis mungkin. Irisan tempe kemudian dibaluri adonan tepung berbumbu, yang biasanya terdiri dari ketumbar, bawang putih, kunyit, garam, dan sedikit daun jeruk. Setelah itu, digoreng dalam minyak panas hingga berwarna kuning keemasan dan kering sempurna. Tempe kripik lalu ditiriskan dan disimpan di wadah tertutup agar tetap renyah. Hasil akhirnya? Camilan renyah, gurih, dan aromanya menggoda, membuat siapa pun sulit berhenti ngemil.

Tempe kripik khas Wonogiri dikenal dengan tekstur yang tipis, renyah, dan bumbunya yang merata. Beberapa pembuat menambahkan bumbu rempah halus atau rasa pedas agar lebih modern dan sesuai selera generasi muda. Selain jadi camilan, tempe kripik juga sering dijadikan teman makan nasi hangat atau lauk tambahan.
Sensasi “kres-kres” di setiap gigitan membuat tempe kripik tak pernah absen di meja makan masyarakat Wonogiri.

 

6.      BESENGEK



Gambar 6 Besengek  

Sumber: https://rri.co.id/kuliner/1077414/tempe-besengek-dari-wonogiri-kelezatan-yang-tak-terlupakan

    

         Besengek adalah makanan tradisional khas Wonogiri yang memiliki nilai sejarah dan keunikan tersendiri. Berasal dari daerah Manyaran di Wonogiri, Besengek merupakan kuliner langka yang biasanya hanya dapat ditemukan pada hari-hari pasaran tertentu seperti Pon, Kliwon, dan Pahing. Makanan ini dibuat dari bahan utama kacang kara benguk yang direbus hingga empuk, kemudian dikukus dan dicampur dengan bumbu tradisional seperti parutan kelapa dan kunyit, lalu dibentuk seperti tempe. Proses pembuatannya memakan waktu sekitar tiga hari hingga menghasilkan cita rasa yang khas dan gurih, lalu dimasak kembali dengan santan dan rempah untuk menambah kelezatan.​

Besengek Wonogiri memiliki cita rasa unik yang dipengaruhi oleh penggunaan tempe mlanding (tempe dari petai cina) serta tambahan bahan seperti cabai hijau, kulit, dan bunga melinjo yang memberikan aroma dan rasa yang khas. Biasanya Besengek disajikan di atas daun pisang, menambah kesan tradisionalnya dan menjadikan makanan ini sebagai salah satu kuliner primadona di pasar-pasar tradisional Wonogiri.

Selain menjadi santapan lezat, Besengek juga menampilkan cerita budaya dan tradisi masyarakat Wonogiri yang sejak lama mengolah tempe sebagai bahan makanan sehari-hari. Makanan ini diwariskan turun-temurun dan masih dilestarikan oleh masyarakat setempat sebagai bagian dari identitas kuliner Wonogiri. Melalui keberadaan Besengek, dapat dilihat bagaimana kearifan lokal dan sejarah kuliner bertemu, memberikan nilai tersendiri bagi generasi masa kini dan mendatang untuk mengenal kelezatan yang penuh makna dari tanah Wonogiri.

 

7.      NASI TIWUL



Gambar 7 Nasi Tiwul  

Sumber: https://solopos.espos.id/tiwul-makanan-legendaris-pengganti-nasi-dari-wonogiri-1113742

 

Nasi Tiwul adalah salah satu makanan tradisional khas Wonogiri yang menjadi salah satu warisan kuliner dengan nilai sejarah tinggi. Makanan ini terbuat dari singkong kering yang dikenal dengan nama gaplek, yang kemudian diolah menjadi tepung dan dikukus hingga berbentuk seperti nasi. Nasi tiwul ini pertama kali banyak dikonsumsi masyarakat Wonogiri dan Jawa pada masa penjajahan Jepang karena pada waktu itu beras sulit didapat dan harganya sangat mahal. Singkong sebagai bahan utama dipilih karena mudah didapat, tahan lama, dan mengenyangkan, sehingga menjadi solusi pengganti nasi.​

Proses pembuatan nasi tiwul dimulai dengan membersihkan singkong, kemudian dikupas dan dipotong, lalu dijemur hingga kering menjadi gaplek. Gaplek yang sudah kering ini kemudian ditumbuk atau digiling hingga menjadi tepung halus. Tepung tersebut kemudian dicampur dengan air hingga menjadi butiran, kemudian dikukus sampai matang. Setelah matang, nasi tiwul ini biasanya disajikan dengan tambahan parutan kelapa, gula, atau bahkan lauk-pauk tradisional seperti tempe, tahu, urap, atau sambal yang menambah cita rasa hidangan ini.​

Nasi tiwul tak hanya menjadi makanan pengganti nasi biasa, tapi juga memiliki keunikan rasa yang khas dan tekstur kenyal. Selain dikonsumsi langsung, nasi tiwul juga bisa diolah menjadi berbagai variasi masakan seperti nasi tiwul goreng, nasi tiwul balado, atau nasi tiwul kari. Di Wonogiri, nasi tiwul dapat dengan mudah ditemukan di pasar tradisional atau pedagang kaki lima, dan menjadi lambang kekayaan kuliner daerah yang sarat dengan nilai sejarah dan budaya.

 

8.      WADER GORENG



 

Gambar 8 Wader Goreng  

Sumber: https://budaya-indonesia.org/Wedar-Goreng-Khas-Waduk-Gajah-Mungkur-Wonogiri


Wader goreng adalah salah satu makanan tradisional khas Wonogiri yang sangat populer, terutama di kawasan Waduk Gajah Mungkur (WGM). Ikan wader sendiri merupakan ikan air tawar kecil yang hidup secara bergerombol di sungai atau kolam dengan air jernih. Makanan ini menjadi favorit pengunjung Waduk Gajah Mungkur dan tersedia di banyak warung di sekitar area tersebut. Wader goreng biasanya dijual dalam porsi dengan harga terjangkau dan bisa juga dibeli dalam kemasan untuk dibawa pulang.​

Proses pembuatan wader goreng dimulai dengan membersihkan ikan, kemudian ikan dibumbui dengan bumbu khas Wonogiri seperti bawang putih, kunyit, dan ketumbar. Setelah itu, ikan dilapisi campuran tepung terigu dan tepung beras, lalu digoreng sampai kering dan renyah dengan tekstur luar yang crispy namun tetap juicy di bagian dalamnya. Teknik penggorengan dengan minyak banyak dan pengadukan yang tepat memastikan wader goreng memiliki kerenyahan maksimal. Rasanya gurih dengan bumbu yang meresap hingga ke dalam daging ikan sehingga cocok dinikmati sebagai camilan atau lauk.​

 

9.      LENTHO



Gambar 9 Lentho  

Sumber: https://serayunews.com/5-oleh-oleh-khas-wonogiri-sensasi-renyah-di-mulut

 

Lentho adalah salah satu makanan tradisional khas Wonogiri yang cukup terkenal dan memiliki keunikan tersendiri. Lentho terbuat dari bahan utama singkong dan kacang tolo (kacang hijau kecil), yang kemudian diolah menjadi camilan gurih dan renyah. Makanan ini dikenal luas sebagai jajanan khas yang biasanya dijajakan di pagi hari sebagai gorengan di pasar-pasar tradisional di daerah Wonogiri.​

Proses pembuatan lentho dimulai dari pengolahan kacang tolo yang direndam terlebih dulu selama beberapa jam agar menjadi lebih lunak. Setelah itu, kacang yang telah direndam digiling kasar, lalu dicampur dengan singkong parut yang telah dikukus. Campuran bahan ini dilengkapi dengan bumbu-bumbu seperti ketumbar dan garam, lalu dibentuk bulat kecil dan digoreng sampai berwarna keemasan dan teksturnya renyah. Rasanya gurih, sedikit manis, serta memiliki tekstur kenyal di bagian dalam, membuat lentho sangat digemari orang sebagai camilan sehat dan tradisional.​

Selain di pasar, lentho juga sering dijual di berbagai warung dan toko oleh-oleh di sekitar Wonogiri. Rasanya yang khas dan harga yang terjangkau menjadikan lentho sebagai salah satu kuliner yang mewakili kekayaan rasa daerah tersebut. Selain sebagai makanan ringan, lentho juga sering disajikan sebagai bagian dari sajian ketika acara tradisional, sehingga tetap lestari dan terus dilestarikan oleh masyarakat lokal.

 

 

10.  GRONTOL



Gambar 10 Grontol  

Sumber: https://regional.espos.id/grontol-jagung-pop-corn-khas-jawa-tengah-1331004

 

Grontol adalah makanan tradisional khas Wonogiri yang terbuat dari jagung pipil yang direbus sampai empuk. Setelah direbus, jagung tersebut disajikan dengan tambahan parutan kelapa dan sedikit garam atau gula, menciptakan perpaduan rasa gurih dan manis yang khas. Grontol dahulu sempat menjadi pengganti nasi terutama saat masa sulit, seperti pada masa penjajahan, dan sampai kini masih dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional di Wonogiri dan sekitarnya.​

Proses pembuatan grontol relatif sederhana namun memerlukan ketelatenan. Jagung manis yang digunakan dibersihkan dari kulit dan kemudian direbus hingga matang sempurna. Selanjutnya jagung dicampur dengan parutan kelapa segar dan diberi sedikit garam atau gula untuk menyeimbangkan rasa. Sajian ini biasanya disantap sebagai camilan atau bahkan sebagai pengganti makanan pokok di beberapa daerah pedesaan. Penyajiannya pun sering kali menggunakan daun pisang untuk memberikan aroma dan kesan tradisional yang kuat.​

 

Makanan tradisional khas Wonogiri mencerminkan kekayaan budaya dan cita rasa yang autentik dari daerah ini. Dengan mencoba berbagai makanan khas ini, pembaca tidak hanya menikmati kelezatan, tetapi juga ikut mengapresiasi ragam warisan budaya Wonogiri yang kaya dan beragam. Jangan lupa untuk menjadikan makanan-makanan ini sebagai oleh-oleh khas saat berkunjung ke Wonogiri agar pengalaman kuliner semakin lengkap dan berkesan. Selamat menjelajah kuliner tradisional Wonogiri yang menggugah selera dan penuh kehangatan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAKUL CAMILAN